Minggu pagi yang cerah, sang mentari dengan malu-malu menebar pesonanya dibalik awan putih yang suci. Tak ada satupun suara burung yang berkicau, hanya suara bising kendaraan yang berlalu lalang mengejar sang waktu. Tak seperti di kampungku. Kokok ayam berlomba-lomba membangunkan orang untuk segera memulai aktifitasnya. Kicauan merdu sang burung membumbui semangat yang memudar.
Sudah jam 7, aku bergegas membenahi kamar tidurku dan bersiap diri untuk segera menjalankan aktifitasku setiap minggu. Kukenakan jilbab persegi panjangku, dan kujepit dengan sebuah bros bunga berbentuk tulip. Aku turun dari apartement milik majikanku, kemudian kulanjutkan langkah kakiku menuju pemberhentian bis no 10 tujuan Causeway Bay.
Bis berhenti tepat didepan lapangan Victoria, aku turun dan terus menuju ketempat pembelian tiket pameran bunga. ''Hhhmmm,,, antriannya panjang sekali,'' keluhku dalam hati. Sebenarnya aku tak ingin kesini, apalagi pameran bunga ini mengingatkanku akan seseorang dimasa laluku, yang berjanji akan menikahiku dan menjadikanku cinta terakhirnya. Ah, sudahlah! Semua sudah berlalu dan aku tak mau mengingatnya kembali.
Pekerjaanku sebagai fotografer yang mengharuskanku datang kesini. Banyak pengunjung yang datang dan menikmati kecantikan bunga-bunga itu.
Dua tahun yang lalu, dia datang ke Hong Kong untuk menemuiku. Herman Setiawan namanya. Kami telah menjalin hubungan selama tujuh tahun, ketika aku kelas 2 SMA, dan dia adalah kakak kelasku. Setelah lulus, dia menjadi TKI di Korea. Begitu juga denganku, tetapi aku memilih Hong Kong karena tak memerlukan biaya banyak. Jarak tak menjadi masalah untuk kami, malah, hubungan kami berlanjut dengan sangat baik.
Dia kesini saat diadakan sebuah pameran bunga di tempat ini, tempat yang sama yang saat ini aku pijak. Aku sangat bahagia mencintai dan dicintai olehnya. Dia adalah lelaki sempurna dimataku. Dia juga seorang lelaki yang romantis dan pengertian.
Suatu hari di pameran bunga, ketika aku sedang mengambil foto sebuah tulip merah jambu. Aku terpesona oleh kecantikan bunga ini, selain itu, wanginya telah menghipnotis diriku untuk tidak beranjak pergi darinya. Ternyata dari tadi Herman memanggilku, tapi aku tak mendengarnya karena terlalu asik menikmati tulip merah jambu. Diam-diam, Herman membeli sebuah pot bunga tulip merah jambu dan dia memberikannya kepadaku. Dia menyuruhku untuk merawat bunga ini seperti halnya aku merawat cinta dan kasih sayangnya. Dia kembali ke Korea untuk melanjutkan kerjanya.
Aku meletakkan bunga itu di taman, diantara bunga-bunga milik majikanku. Aku merawatnya sepenuh hati, hingga bunga-bunga itu bersemi banyak dan berbunga indah. Namun, tidak seperti hubunganku dengannya. Hubungan kami terpaksa berakhir disana dengan kekecewaan dan meninggalkan sakit hati yang teramat sakit. Bunga tulip merah jambu itu kini tak kurawat lagi. Aku ingin melupakannya, untuk selamanya.
''Anita, coba lihat apa yang aku bawa!'' teriak seorang lelaki berkacamata hitam dengan sebuah kamera yang menggantung dilehernya.''Ini untukmu, sayang,'' tambahnya. Setangkai tulip merah jambu, dia berikan kepadaku sebagai tanda cinta. Dia bukan Herman, tetapi dia adalah Rio,suamiku.
Sudah jam 7, aku bergegas membenahi kamar tidurku dan bersiap diri untuk segera menjalankan aktifitasku setiap minggu. Kukenakan jilbab persegi panjangku, dan kujepit dengan sebuah bros bunga berbentuk tulip. Aku turun dari apartement milik majikanku, kemudian kulanjutkan langkah kakiku menuju pemberhentian bis no 10 tujuan Causeway Bay.
Bis berhenti tepat didepan lapangan Victoria, aku turun dan terus menuju ketempat pembelian tiket pameran bunga. ''Hhhmmm,,, antriannya panjang sekali,'' keluhku dalam hati. Sebenarnya aku tak ingin kesini, apalagi pameran bunga ini mengingatkanku akan seseorang dimasa laluku, yang berjanji akan menikahiku dan menjadikanku cinta terakhirnya. Ah, sudahlah! Semua sudah berlalu dan aku tak mau mengingatnya kembali.
Pekerjaanku sebagai fotografer yang mengharuskanku datang kesini. Banyak pengunjung yang datang dan menikmati kecantikan bunga-bunga itu.
Dua tahun yang lalu, dia datang ke Hong Kong untuk menemuiku. Herman Setiawan namanya. Kami telah menjalin hubungan selama tujuh tahun, ketika aku kelas 2 SMA, dan dia adalah kakak kelasku. Setelah lulus, dia menjadi TKI di Korea. Begitu juga denganku, tetapi aku memilih Hong Kong karena tak memerlukan biaya banyak. Jarak tak menjadi masalah untuk kami, malah, hubungan kami berlanjut dengan sangat baik.
Dia kesini saat diadakan sebuah pameran bunga di tempat ini, tempat yang sama yang saat ini aku pijak. Aku sangat bahagia mencintai dan dicintai olehnya. Dia adalah lelaki sempurna dimataku. Dia juga seorang lelaki yang romantis dan pengertian.
Suatu hari di pameran bunga, ketika aku sedang mengambil foto sebuah tulip merah jambu. Aku terpesona oleh kecantikan bunga ini, selain itu, wanginya telah menghipnotis diriku untuk tidak beranjak pergi darinya. Ternyata dari tadi Herman memanggilku, tapi aku tak mendengarnya karena terlalu asik menikmati tulip merah jambu. Diam-diam, Herman membeli sebuah pot bunga tulip merah jambu dan dia memberikannya kepadaku. Dia menyuruhku untuk merawat bunga ini seperti halnya aku merawat cinta dan kasih sayangnya. Dia kembali ke Korea untuk melanjutkan kerjanya.
Aku meletakkan bunga itu di taman, diantara bunga-bunga milik majikanku. Aku merawatnya sepenuh hati, hingga bunga-bunga itu bersemi banyak dan berbunga indah. Namun, tidak seperti hubunganku dengannya. Hubungan kami terpaksa berakhir disana dengan kekecewaan dan meninggalkan sakit hati yang teramat sakit. Bunga tulip merah jambu itu kini tak kurawat lagi. Aku ingin melupakannya, untuk selamanya.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori coretanku
dengan judul Tulip Merah Jambu. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://yuliacahya2012.blogspot.com/2012/08/tulip-merah-jambu.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown -
Belum ada komentar untuk "Tulip Merah Jambu"
Post a Comment