Yulia Cahya Blog

NICE TO BE IMPORTANT, BUT MORE IMPORTANT TO BE NICE

Showing posts with label cerpenku. Show all posts
Showing posts with label cerpenku. Show all posts

MAHLIGAI YANG TERTUNDA

Gambaran dari cerita pendek tentang cerpen cinta ini sedikit mengharukan, karena tak akan disangka kejadian seperti ini bisa terjadi, saya pribadi juga sedikit terharu setelah baca cerpen yang berisikan kata mutiara cinta. Jika sobat penasaran akan cerpen cinta ini..


Anis menuntut maz chiepto untuk memberikan kepastian status hubungannya yang sudah setahun lebih mereka lalui tanpa kejelasan, mereka sangat dekat layaknya sepasang kekasih, tapi maz chiepto sebagai seorang cowok belum bisa berkomitmen dengan status hubungannya ini.

“Bukan cuma kamu aja yang capek, Niss… aku juga capek dengan perasaanku ini, aku ga’ mau seperti ini, aku sayang sama kamu…. tapi, aku takut kamu nyakitin aku!!”
“maz chiepto, kenapa kamu slalu berfikir kalau aku akan nyakitin kamu…sedetikpun ga’ pernah terlintas di pikiranku niat untuk nyakitin hati kamu, aku sayang… aku cinta sama kamu, maz chiepto!! “
“Kata ‘sayang’ dan ‘cinta’ sangat mudah untuk diucapkan, aku butuh lebih dari itu, niss…!!”
“Tolong jelasin sama aku, maz chiepto!! rasa sayang yang seperti apa yang kamu butuhin… rasa cinta yang gimana yang kamu inginkan dari aku…. Jelasin sama aku, biar aku tahu seberapa pantaskah rasa sayang dan cinta aku ini buat kamu!!
“Hanya waktu yang bisa ngejelasin semua itu, niss…!!”
“Setahun lebih aku bertahan dengan semua ini…berharap cintaku terakui olehmu, maz chiepto!!”
“Setahun masih terlalu singkat buat aku untuk bisa yakin memiliki cintamu… karena aku sudah pernah melewati waktu 7 tahun hanya untuk bisa mengerti sebuah arti cinta dari orang yang sangat aku cintai dulu… dan kamu tahu, nisss?...dia pergi ninggalin aku, dan menyisahkan keeping-keping kehancuran dihatiku!!” tak terasa air mata maz chiepto menetes… itulah yang biasa terjadi pada maz chiepto
, jika mengingat masa lalunya dengan sang mantan, air matanya menjadi saksi kepedihan hatinya.  

 Anis gadis yang manis itu tertegun, sangat mengerti kepedihan masa lalu yang di alami maz chiepto, tapi hatinya sendiri sudah tak sanggup lagi menahan rintihan ketidakpastian dari kisah ini… “maz chiepto… jangan bayang-bayangin aku dengan masa lalumu, aku punya hati dan cinta yang berbeda buat kamu!! kalau kamu masih enggan melepas masa lalumu, biarkan aku yang pergi!!!”
Anis memutuskan untuk pergi dari kehidupan maz chiepto… “Nisssssssssss…!!” maz chiepto berhasil menahan anis, karena tiba-tiba teringat pesan Anis "maz...jika hatiku sedang sedih dan ingin jauh dari maz, tolong kejarlah aku"..
tiba-tiba... “Cukup maz chiepto, lepasin aku..!!” Anis berkata dengan nada yang ketus,,
maz chiepto berusaha memohon, “Niss… tolong jangan tinggalin aku, aku hanya butuh waktu untuk semua ini!!”.  Anis gadis yang keras hati ini, mempertegas kata-katanya... “Mungkin ini yang pertama, atau mungkin akan menjadi yang terakhir buat kita… biarkan aku pergi sekarang, kamu bisa miliki hatiku jika kamu mau, jika kenangan dapat melupakan cinta sejatimu, kembalilah pada masa lalumu!!!” dan akhirnya Anis pergi meninggalkan maz chiepto yang masih tertegun memikirkan kata-kata Anis yang terucap dengan nada penuh kecewa dan rasa kesal…
maz chiepto masih belum beranjak dari duduknya itu, ia merenungi setiap detail kejadian dan kenangan yang terjadi dalam hidupnya… “Ya Allah… kenapa kisah cintaku ribet seperti ini??”
maz chiepto terngiang kata-kata yang terucap dari bibir mungil Anis “....jika kenangan dapat melupakan cinta sejatimu, kembalilah pada masa lalumu!!”.
sambil mengerutkan dahinya maz chiepto berfikir : “Apa mungkin aku bisa melupakan masa laluku sementara dia kembali datang kepadaku?”. Ya mantan kekasihnya, Valen kembali hadir dalam kehidupan maz chiepto… Valen kembali dengan membawa setumpuk penyesalan karena telah meninggalkan maz chiepto..
Dalam hatinya yang lagi galau maz chiepto kembali teringat permintaan maaf valen  “““maz.. ma’afin aku yang udah ngecewain kamu, aku beneran nyesel uda ninggalin kamu!!” Valen memohon dengan linangan air mata, “Maz .. ma’afin aku uda ngecewain kamu, aku beneran nyesel uda ninggalin kamu!!” 
Dengan nada suara yang pelan Maz chiep menjawab permohonan Valen :  “Kalau kamu cuma mengharap kata ma’af dariku, kamu uda dapetin itu karena aku uda dari dulu ma’afin kamu.…!!” Tegasnya..

“Makasi Maz… kamu uda ma’afin aku, aku semakin sadar kalau aku bener-benar uda jadi cewek terbodoh yang telah ngelepasin cowok sebaik kamu, aku harap kamu masih mau nerima aku lagi, kita bisa ngelanjutin mimpi-mimpi kita yang tertunda Maz…!!” 
 
Maz chiepto semakin bingung dengan perasaanya, di satu sisi ia merasa telah menemukan cintanya bersama Anis, tapi dalam bayangannya selalu takut untuk memiliki hati Anis, dia takut suatu saat Anis meninggalkannya karena buatnya dia adalah sosok yang sangat sempurna dan saat ini masih banyak cowok-cowok keren yang berusaha mengejar cinta Anis, memang selama setahun ini Anis masih bertahan mencintainya dan mengacuhkan tawaran2 cinta dari cowok2 itu, tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi setelah itu.  
Di lain sisi, Maz chiepto juga masih memikirkan  Valen, kehadirannya semakin membuat gamang hatinya. Jujur, slama ini sang Valen masih terpatri dalam hatinya, meskipun dia telah menyakiti hatinya tapi Maz chiepto masih selalu mengharapkan kedatangannya untuk meminta penjelasan kenapa Valen meninggalkan dia. Kedatangannya telah menjelaskan mengapa Valen meninggalkannya, ternyata apa yang dulu pernah dialami Valen merasa kurang diperhatikan, Valen beranggapan maz chiepto terlalu cuek dan selalu mementingkan diri sendiri, Valen merasa di duakan apalagi kalau maz chiepto lagi sibuk dan asyik dengan pekerjaannya,, seolah-olah kehadirannya tidak dianggap. saat itulah Valen teringat dengan mantannya waktu SMP yang penuh perhatian dan penyayang, Rupanya cinta lama Valen Kembali bersemi kembali, sehingga waktu itu Valen Terpaksa Meninggalkan Maz Chiepto yang punya sifat cuex, dingin dan tiada perhatiaan, Hingga suatu hari ada kejadian di luar dugaan Valen, karena itu Valen ingin kembali, berharap Maz chiepto mau merajut kembali kisah mereka.
Maz chiepto merana memikirkan cintanya, haruskah ia memilih Anis dengan bayang-bayang kesempurnaannya dan harus menguatkan hatinya untuk siap melihat begitu banyak cowok yang akan memuja kekasihnya itu , atau Maz chiepto harus memilih kembali kepada Valen yang pernah menyakitinya tapi masih tulus mencintainya???.... $$$$$$ continue  $$$$$
Bebdera Setengah Tiang

Bebdera Setengah Tiang

Udara pagi terasa semakin dingin menusuk tulangku. Nyaliku menciut untuk merambat ke luar dari persembunyianku. Di bawah selimut hangat hasil kiriman ibu dari Arab Saudi. Itulah satu-satunya barangku yang paling berharga. Namun, hangatnya selimut itu, seribu kali lebih hangat dari belaian ibu.

Aku melihat ibu membuka pintu kamarku. Menghampiriku dan memeluk tubuhku yang masih terbaring di amben yang terbuat dari bambu. Belum puas aku menikmati kehangatannya, ibu tersentak, teriak meminta tolong. Ibu tersedot oleh sesuatu yang sangat kuat di luar sana.

Bayangannya memudar, kemudian menghilang tanpa bekas. " Asih, tolong ibu, nduk. " Suara itu terngiang di telingaku. "Ibu... ibu... ibuuuu !"

" Nduk, kowe kuwi nglindur opo? Nyebut asmane Gusti Allah, nduk. Sadar. " Suara itu membangunkanku dari mimpi. Bapak telah duduk di sampingku sambil mengusap butiran keringatku yang menetes.

" Pak, aku ngimpi ibuk lagi. Aku kangen karo ibuk. " Kupeluk tubuh bapakku yang ringkih tinggal tulang. Aku menangis sejadinya, hingga aku merasa puas.

" Sing sabar ya, nduk. Ibukmu mesti ndang muleh, iso ngumpul maneh karo awake kabeh. " Ucapan bapak ini sedikit menenangkan perasaanku.

Sepuluh bulan yang lalu, ibu pergi ke Arab Saudi melalui PJTKI di Jakarta. Ibu sangat senang karena majikannya sangat baik. Semua kebutuhan ibu dicukupi, bahkan uang gaji pun dikasih lebih.
Dari bulan pertama ibu selalu mengirimkan gajinya untuk kami. Untuk kebutuhan sehari-hari dan juga untuk berobat bapak yang terkena penyakit paru-paru.

 Namun, kebahagiaan itu sangatlah singkat.
Ibu sering menelepon Bulek, karena hanya buleklah yang mempunyai telepon genggam. Ibu selalu mengeluhkan kalau majikan perempuannya berubah menjadi orang yang penuh ambisi dan main tangan. Itu disebabkan karena majikan perempuan cemburu kepada ibu.

Ibu dituduh telah menggoda suaminya.
Aku hanya bisa menangis dan berdoa agar ibu bisa segera ke luar dari rumah majikannya yang jahat itu. PJTKI dan agen pun juga berjanji akan membantu ibu, tapi nyatanya tidak ada tindakan apa-apa. Mereka hanya menyuruh ibu untuk bersabar.


Telepon terakhir dari ibu, ibu hanya menitipkan pesan untuk aku dan bapak. " Menowo enek opo-opo nek awakku, diikhlasne wae. "


Kabar selanjutnya, ibu telah membunuh majikannya dengan pisau.
Bapak mendapatkan surat resmi dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) satu kali. Surat itu menerangkan bahwa ibu sedang menjalani persidangan dengan ancaman hukuman qisas. Ibu terancam hukuman mati.

" Nduk, bapak arep lungo nek Jakarta, golek informasi tentang ibukmu soko pemerintah. Kowe nek omah karo Bulek ya, nduk. "

" Enggeh pak, ngatos-ngatos. Beto ibuk mantok ya, pak. "

Bapak pergi untuk menagih janji pemerintah yang berjanji akan meloloskan ibuku dari hukuman mati. Tapi, tiga hari di sana, bapak tidak menghasilkan apa-apa. Bapak malah hanya disuruh untuk mendatangi satu kantor dan kantor lainnya. Bagai bola pingpong yang dioper kesana kemari demi mencari kemenangan.

Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan, 17 Agustus, aku diajak temanku untuk mengikuti upacara bendera di lapangan desa yang letaknya tidak terlalu jauh dari gubug tempat tinggal keluargaku.
Aku bangga pada Indonesia, aku cinta pada tanah kelahiranku.

Tapi tidak dengan pemerintahannya. Juga pejabat-pejabatnya. Aku kecewa pada mereka yang menyalah gunakan kewenangannya. Tidak menghormati bangsa dan penduduknya. Melupakan jasa pahlawan negara, juga pahlawan devisa.


Bukankah pahlawan devisalah yang mengayakan mereka? Tapi mereka lupa karena telah duduk dan tidur di tempat yang nyaman. Pernahkan mereka berupaya untuk melindungi pahlawan yang satu ini?
Yang kaya bertambah makmur dan berkuasa. Yang miskin semakin terkucil dan terhina. Itulah Indonesiaku sekarang. Dimanakah keadilan, perlindungan, pengayoman dari pemimpin negara ini?


" Kepada sang merah putih, hormaaaaattt graaak ! "
Aba-aba yang lantang dari pemimpin upacara memecahkan lamunanku. Serentak kami menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Hatiku bagai tertusuk bambu runcing para pahlawan.


Terikrar dalam hatiku, " Jika ibu dibebaskan dari hukuman mati pada hari ini, akan kuabdikan seumur hidupku untuk pejabat itu. "

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh sebuah tepukan yang mendarat di bahuku. " Bulek, wonten nopo? Kulo takseh upacara bendera."
Bulek memelukku dengan erat. Tak peduli lagi akan kumandangnya lagu ciptaan WR. Supratman itu.

" Sih, tabahno atimu ya, nduk. Ibukmu wes di eksekusi mati."

Bagai tersambar petir tubuhku. Semua tampak gelap gulita. Hanya tampak tiang dengan bendera yang terhenti di tengah-tengah. Kemudian semua berubah menjadi lautan api yang membakar seluruh raga dan batinku. Nyawa ibuku berakhir di golok tajam algojo.
Janji Suamiku Tertanam di Bawah Batu Nisan

Janji Suamiku Tertanam di Bawah Batu Nisan

Janji Suamiku Tertanam di Bawah Batu Nisan
Dia pemuda yang gagah dan berwibawa. Senyumannya, tatapan matanya, membuatku jatuh hati, sampai-sampai, ketika dia melamarku, aku langsung menerimanya tanpa pertimbangan apa pun.
“Dek, aku ingin kamu menjadi istriku, menemani masa-masa hidup sampai matiku nanti,” pintanya dengan tulus. Karena suatu alasan, pernikahan kami hanya berlangsung sederhana di Kantor Urusan Agama (KUA) di desaku. Aku tetap merasa sangat bahagia meski tanpa mahkota di kepalaku.
Sebulan setelah menikah, aku mengandung benih cintanya. Dia sangat bahagia mendengar kabar ini. Dia semakin sayang dan memanjakanku. Tapi, kebahagian itu berubah menjadi sebuah kesedihan yang berlarut ketika dia di-PHK. Dia menjadi “emosian” dan tak bisa mengontrol dirinya sendiri, hingga mata hatinya telah buta.
Setiap kali pulang, aku selalu mencium bau minuman beralkohol dari mulutnya. Dia juga tak segan-segan untuk memukulku.
Aku bertahan dengan doa yang selalu aku panjatkan. Setelah putri pertamaku lahir, aku bertekad untuk bekerja menjadi TKW. Hal ini terinspirasi dari beberapa tetangga yang sukses setelah merantau ke luar negeri. Awalnya, dia tidak mengizinkanku, namun setelah aku menjelaskan bahwa kepergianku untuk masa depan putri semata wayang kami, dia menyetujuinya.
“Dek, hati-hati ya. Mas akan menunggumu pulang. Hidup dan matiku hanya untukmu, Dek,” katanya melepas kepergianku. Setetes butiran bening jatuh dari sudut matanya. Aku pura-pura tidak tahu dan berlalu meninggalkannya.
Aku mendapat majikan orang China yang “super cerewet” dan suka memotong gajiku jika aku melakukan kesalahan. Semua yang aku lakukan selalu salah di matanya. Tapi aku tetap bertahan. Dia juga membatasiku untuk berkomunikasi dengan keluargaku di kampung. Hanya beberapa bulan sekali dia mengizinkanku untuk menelepon.
Hatiku senang tiada terkira. Meskipun juga terselip kesedihan dan kekecewaan tatkala tidak mendapati suara suamiku yang begitu aku rindukan. “Suamimu sedang tidak ada di rumah, Nduk,” begitu penjelasan ibu tiap kali aku bertanya tentang suamiku.
Sebelas bulan aku tinggal di “rumah neraka”, kemudian aku diinterminit dan berganti majikan India. Nasib baik belum berpihak kepadaku, setengah bulan bekerja, majikan perempuan menamparku dan aku langsung kabur ke agen. Mereka menyuruhku ganti majikan lagi, dan alhamdulillah, aku mendapat majikan yang baik hati.
Meskipun majikan sangat baik, tapi aku tinggal serumah dengan kung-kung yang mempunyai sifat genit dan selalu berusaha untuk memperkosaku. Aku tidak tahan lagi atas kelakuan kung-kung. Aku meminta izin pada majikan untuk pulang ke Indonesia. Mereka mengabulkan permintaanku.
Satu setengah tahun merantau di luar negeri. Dengan sisa gaji empat bulan, aku meminta ibuku untuk mempersiapkan pesta pernikahanku yang dulu belum sempat dilaksanakan.
Dengan dikawal oleh petugas agen, aku diantar sampai bandara, sampai aku naik pesawat.
Berbinar mataku ketika kutapakkan kaki di halaman rumah, tempat pertama kali aku hadir di dunia. Senyum terkembang mengiringi cepatnya langkah kakiku meraih gagang pintu yang dalam keadaan tertutup. Ibuku tercengang menyambut kedatanganku yang lebih cepat dari perkiraannya. Sengaja aku ingin memberikan kejutan kepadanya, juga kepada semua anggota keluargaku.
Puas rasa hatiku melihat semuanya dalam keadaan sehat, dan putriku telah tumbuh menjadi balita yang superaktif. “Bu, suamiku di mana?” tanyaku tak sabar. Ibu, dan semua orang hanya terdiam menatapku dengan tatapan yang sangat tajam. Matanya tiba-tiba lembab oleh air mata.
“Nduk, sabarkan hatimu ya, Nduk! Suamimu sudah tidak ada…” ibu tidak melanjutkan perkataannya.
“Tidak ada bagaimana sih, bu? Apa maksudnya?” Kataku mendesak ibu agar melanjutkan perkataannya.
“Suamimu telah dipanggil Yang Mahakuasa, Nduk…”
Ucapan ibu seperti petir yang menyambar tubuhku. Aku pun menangis meraung-raung, sebelum akhirnya lemas terkulai.
Ternyata suamiku meninggal dalam kecelakaan. Dia selalu menyebut namaku dan selalu berkata maaf karena telah mengkhianatiku. Dokter pun sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menolongnya. Karena minuman beralkohol yang diteguknya sebelum kecelakaan, menolak semua cairan obat-obatan yang disuntikkan ke tubuhnya.
Janjinya dibawa mati, tertanam di bawah batu nisan.
“Aku masih mencintaimu sampai hari ini, dan aku telah memaafkanmu. Aku juga minta maaf, karena selama kepergianku, lahir dan batinmu telantarkan. Semoga Allah menerimamu, di sisi-Nya. Aku akan menjaga buah hati kita, mendidiknya menjadi anak yang berbakti. Tersenyumlah, sayang.”
Air mata tak henti bergulir dalam sujudku malam ini.