Yulia Cahya Blog

NICE TO BE IMPORTANT, BUT MORE IMPORTANT TO BE NICE

Showing posts with label seputar pahlawan devisa. Show all posts
Showing posts with label seputar pahlawan devisa. Show all posts
Pertahankan Agama Islam, Riani Diterminate Majikan

Pertahankan Agama Islam, Riani Diterminate Majikan

Pertahankan Agama Islam, Riani Diterminate MajikanMemperbaiki perekonomian keluarga. Itulah alasan utama Riani (nama samaran) untuk menjadi BMI di negeri beton ini (Hong Kong). Di balik wajahnya yang berseri, tersimpan sebuah memori yang luar biasa untuk mempertahankan satu-satunya agama yang diridhoi Allah SWT, Islam.
“Aku terlahir sebagai hamba Allah yang memeluk agama Islam, sampai mati pun, aku akan setia menjadi hamba-Nya, ” katanya menirukan ucapannya sendiri kepada majikan yang memaksanya untuk berganti agama Kristen.
Riani mulai bekerja pada majikan pertamanya sejak tahun 2008. Jobnya menjaga seorang bayi. Dia menyayangi bayi tersebut dengan sepenuh hati, seperti dia menyayangi anaknya sendiri.
Majikan Riani sangat baik dan telah menganggapnya seperti bagian dari keluarga mereka sendiri. Majikannya juga mengizinkan Riani untuk melaksanakan ibadah wajibnya sebagai umat Islam, shalat.
Majikannya sering mengingatkan saat tiba waktunya untuk shalat. Kala puasa Ramadhan pun, majikan selalu membangunkannya untuk sahur. Riani bekerja dengan sungguh-sungguh sebagai balasan atas kebaikan hati majikannya.
Dua tahun sangat singkat dilewati. Detik-detik kepulangan ada di depan mata. Dia pulang untuk cuti dengan suka cita.
Sekembalinya dari tanah air, Riani dikejutkan oleh perubahan yang terjadi pada majikannya tercinta. Sebelum masuk ke rumah majikan, Riani disodori beberapa pernyataan tertulis, antara lain dia tidak boleh mendirikan shalat di dalam rumah majikan. Dia hanya diberi waktu 15 menit untuk melakukannya di taman, di luar flat tempat tinggal majikannya.
Dia juga tidak boleh puasa, terkecuali hari libur. Tidak boleh mengenakan jilbab dengan alasan menakut-nakuti anaknya hingga menangis. Dia pun tidak boleh menyimpan Al-Qur’an yang katanya hanya “mendatangkan bad luck”.
“Nyonya, lah kenapa dulu nyonya mengijinkan saya, dan kenapa sekarang tidak boleh?”
“Kata teman-temanku, agamamu itu hanya mendatangkan sial,” jawab majikannya dengan ketus.
Riani mengaku, banyak di antara teman majikannya yang menjadi pendeta. Mereka juga sering datang ke rumah untuk makan bersama dan majikannya juga sering berkonsultasi dengan pendeta-pendeta itu.
Ketika memasuki kamar pribadinya, dia dikejutkan lagi oleh gambar-gambar Jesus dan Maria yang menempel pada dinding kamarnya. Di bawah tempat tidurnya pun terdapat sebuah salib, juga ada kitab Injil di dalam lemari pakaiannya.
“Jangan sekali-kali kamu memindahkan barang-barang yang aku taruh di kamarmu,” ucap majikan Riani yang sekarang memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah daripada bekerja.
Di setiap sudut ruangan juga terdapat CCTV yang senantiasa setia menyorot semua aktivitasnya sehari-hari. Sejak saat itu, majikannya yang baik hati, berubah menjadi majikan yang selalu berusaha memata-matai dan mencari-cari kesalahan Riani.
Pada suatu hari, Riani diajak ke gereja, tempat majikannya beribadah. Dari situ dia tahu bahwa majikan berusaha untuk membujuknya untuk masuk agama Kristen.
Dengan tegas, Riani mengatakan “tidak”. Atas penolakan itu, majikannya semakin marah. Dengan sangat sopan, Riani pun memberanikan diri untuk break kontrak. Namun, majikannya melarang.
Dari kontrak keduanya, Riani hanya mampu bertahan setahun. Sikap majikannya yang selalu menganggap bahwa Islam adalah agama pembawa sial, tidak dapat dia terima.
Dalam rumah majikannya, mereka selalu berdebat tentang agama. Majikannya seolah-olah sudah dikuasai oleh pengaruh dari para temannya yang berprofesi sebagai pendeta.
“Sebelum mengenal mereka, majikanku tidak pernah seperti itu. Dia sangat baik, selalu menghormati agama-agama lain. Tapi, dia berubah semenjak mengenal mereka,” jelas Riani.
Riani di-teminate (dipecat/putus kontrak kerja) majikannya karena tetap bertahan pada agamanya, Islam. Tapi, dia merasa sangat senang dan bersyukur karena telah keluar dari rumah yang penuh kesesatan itu. Meskipun dia harus kehilangan pekerjaannya, dan membayar potongan gaji kepada agen lagi.
Dituduh Mencuri Uang Kotak Amal, Annisa Disumpah Al-Quran

Dituduh Mencuri Uang Kotak Amal, Annisa Disumpah Al-Quran

Dituduh Mencuri Uang Kotak Amal, Annisa Disumpah Al-Quran Manusia ditakdirkan untuk menjadi makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendirian, tanpa bantuan orang lain. Manusia diharuskan untuk mencari teman sebanyak-banyaknya, karena semakin banyak teman, semakin banyak pula ilmu yang didapat.
Bagi BMI Hong Kong, sangatlah mudah untuk mencari teman. Apalagi dengan banyaknya organisasi-organisasi BMI Hong Kong yang berlomba-lomba mengajak kepada kebaikan. Banyak sekali manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan berorganisasi. Di dalam organisasi, terdiri dari banyak orang, jadi harus bisa menjaga kekompakan, menghormati, dan menghargai perasaan orang lain.
Tapi, bagaimana jika dalam satu organisasi/majelis tidak memperhatikan hal itu? Yang ada hanyalah saling menjatuhkan, saling tuding menuding, menjadikan majelis sebagai tempat ghibbah dan pesta makanan. Ketua yang seharusnya mempunyai kunci 4S (sabar, syukur, syafah, sadar), malah asal memvonis anggotanya tanpa ada bukti dan saksi yang menguatkan kesalahannya.
Kisah ini dialami oleh salah satu temanku, sebut saja namanya Annisa. Dia adalah perempuan yang aktif berorganisasi dalam bidang sosial keagamaan. Tahun 2009, dia bersama teman-temannya yang lain, mendirikan sebuah majelis taklim. Sangat membahagiakan saat-saat dulu, antar anggota bahu-membahu membangun majelisnya, sehingga majelis taklim yang hanya beralas plastik sampah, kini sudah menjadi majelis yang besar dan dikenal banyak orang.
Di dalam majelis itu, dia ditunjuk sebagai pembimbing. Mengarahkan teman-teman yang lain untuk belajar bersama. Dia selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk majelis, dan dia pun tidak segan-segan untuk membantu pengurus-pengurus yang lain, termasuk membantu tugas ketua.
Semua berjalan baik-baik saja. Namun, lama-kelamaan, perbedaan pendapat menjadi perselisihan. Ketua majelis menganggap Annisa telah mengambil alih posisinya, dan merangkul semua anggota tanpa disisihkan satu pun untuknya. Karena ketua majelis merasa bahwa dia adalah orangtua yang tidak mengerti apa-apa (bodoh). Annisa hanya bisa bersabar menghadapi ketuanya, karena dia tahu bahwa memang sudah menjadi sifat dari ketuanya yang memiliki watak keras.
Seperti acara-acara sebelumnya, Majelis Taklim ini selalu mengadakan acara rutin, Yasinan, yang diikuti seluruh anggota maupun nonanggota. Usai acara, Annisa membantu membereskan peralatan yang digunakan dalam acara tersebut. Teman yang biasanya mendapat tugas mengantar barang-barang majelis, terlihat keberatan karena berlebihan barang. Annisa memutuskan untuk membantunya.
Ternyata, barang yang dibawanya itu adalah sebuah kotak amal dari hasil acara tadi. Temannya berpesan untuk mengantar kotak amal itu ke Hang Hau MTR untuk diserahkan kepada temannya. Namun, berhubung jarak antara tempat Annisa dan MTR jauh dan sudah malam, Annisa memutuskan untuk membawa pulang kotak amal itu.
Keesokan harinya, dia ditelepon temannya untuk mengantar kotak amal tersebut ke Hang Hau MTR. Di sanalah dia menyerahkan kotak amal itu kepada temannya. Ternyata, kotak amal itu masih berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Rencananya, kotak amal itu akan digunakan untuk menggalang dana ke Sham Shui Po.
Puncaknya, Minggu (7/10), usai Yasinan, para jamaah mendirikan shalat zhuhur dan makan siang. Setelah itu, ketua dari Majelis Taklim melarang siapa pun untuk meninggalkan tempat. Di sana, di hadapan para jamaah, dia yang menggunakan pengeras suara, menuduh dan menuding Annisa, bahwa Annisha telah mengambil uang hasil kotak amal. Dia memaksa Annisa untuk bertanggung jawab dan mengaku bahwa dialah yang mengambil uang kotak amal.
Karena tidak mengambil uang tersebut, Annisha tetap bersikap tenang dan sabar. Melihat Annisa seperti itu, dia semakin emosi dan meminta Annisa untuk bersumpah di atas Al-Quran. Tidak ada sedikit pun rasa takut dalam diri Annisa, karena dia memang tidak mengambil uang tersebut.
“Jika saya mengambil uang kotak amal itu, maka Allah akan melaknat saya. Namun, jika bukan saya yang mengambilnya, semoga Allah menyadarkan orang yang telah memfitnah dan menzhalimi saya,” kata Annisa.
Langkah Annisa selanjutnya, dia meminta nasihat kepada ustadz dan ustadzah. Mereka menyuruh Annisa untuk tetap bersabar. Dengan kesabaran, maka keyakinan akan bertambah. Api yang panas pun akan terasa dingin dan nyaman.
Sangat mengecewakan sekali sikap dari ketua Majelis Taklim ini. Sebagai seorang pemimpin, seharusnya dia bisa menjaga lidah dan tangannya, jadi panutan dan memberi tuntunan yang baik, bukan malah memberikan tontonan yang berbumbu caci makian.
Hidayah dari Naungan Ka'bah

Hidayah dari Naungan Ka'bah

Hidayah dari Naungan Ka'bah “Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang telah membuka mata hati suamiku untuk kembali bersujud kepada-Nya. Juga terima kasih kepada Ustadz Yusuf Mansur sebagai perantara doa untuk suamiku, saat dia berada di depan Ka’bah.”
Ungkapan itulah yang pertama kali keluar dari pengakuan perempuan kelahiran Ponorogo, Jawa Timur, sebut saja Najwa. Dia menerawang jauh, kembali ke masa lalunya, membolak-balikkan lembar demi lembar kehidupannya, saat dia masih remaja. Saat yang paling indah, penuh dengan cinta, kasih, dan asmara.
Karena cinta, Najwa rela dinikahi oleh pemuda yang juga berasal dari kota reog itu. Meskipun dia tahu, bahwa laki-laki pujaannya itu tidak taat beribadah. Setelah menikah pun, suaminya tetap enggan untuk beribadah. Sebagai seorang istri, Najwa tidak pernah menyuruh suaminya untuk beribadah. Namun, di setiap sujudnya, dia tidak pernah lupa untuk selalu mendoakan suaminya, agar dia mau kembali bersujud kepada Allah.
“Dari dulu, suamiku tidak pernah shalat. Shalatnya hanya satu tahun sekali, pas Hari Raya Idhul Fitri. Tapi puasa Ramadhannya tidak pernah ada yang bolong,” ungkap Najwa.
Lama kelamaan, usaha yang dirintis dengan suaminya, mulai mengalami penurunan yang mengakibatkan usahanya harus gulung tikar. Dengan terpaksa, pada tahun 2001, dia menjadi BMI di negeri beton ini.
Dia bergabung dalam sebuah forum keagamaan, dan kebetulan, dari forum tersebut mendatangkan seorang ustadz kondang, yaitu Ustadz Yusuf Mansur. Najwa mendapat tugas untuk menemaninya, mengantarkannya untuk pergi ke tempat forum-forum atau organisasi-organisasi keagamaan di Hong Kong. Tugasnya itu terus dia emban sampai Ust. Yusuf pulang ke tanah air.
Najwa merasa sangat sedih, karena ternyata suaminya belum juga mau untuk menjalankan kewajiban sebagai umat Islam, yaitu beribadah kepada Allah. Segala nasihat telah dia berikan untuk suaminya, tapi dia selalu menghiraukan. Dia hanya berdoa dan terus berdoan, namun Allah belum juga mengabulkan doanya.
Suatu hari, tiba-tiba Najwa mendapatkan sebuah SMS dari Ust. Yusuf yang sedang menunaikan ibadah haji. “Sekarang saya berada di depan Ka’bah, mau nitip doa apa?” Seperti itulah pesan singkat darinya.
Najwa sangat kaget, ternyata Ust. Yusuf yang populer, masih ingat dengan dirinya yang hanya sebagai BMI. Dengan sepenuh hati, Najwa menitipkan sebuah doa untuk suaminya, agar dia mendapatkan hidayah, mau shalat lagi.
Beberapa bulan kemudian, Najwa mendapatkan cuti liburan ke Indonesia. Dia bersama suaminya yang saat itu bekerja di Jakarta, datang ke sebuah pengajian di Masjid Tanah Abang, Jakarta. Pengajian itu dipimpin oleh Ust. Yusuf Mansur. Melihat Najwa datang, dia langsung menyuruh sahabatnya untuk menyambutnya dengan sangat baik.
Usai pengajian itulah, mereka diajak untuk datang ke kediaman Ust. Yusuf. Di sana, dia merasa sangat dispesialkan. Sampai-sampai, untuk menyambut kedatangannya, Ust. Yusuf mengundang para sahabat terkemukanya, disajikan hidangan yang lezat dan lain-lain.
“Di sanalah, untuk pertama kalinya, aku melihat suamiku shalat Maghrib berjamaah,” kata Najwa.
Dia menambahkan, ternyata hidayah itu telah sampai kepada suaminya atas doa dari naungan Ka’bah, dengan perantara Ust. Yusuf Mansur.

Nurlinda, Lillahi Ta’ala Mengajar di Migrant Institute DDHK

Nurlinda, Lillahi Ta’ala Mengajar di Migrant Institute DDHKDDHK News, Hong Kong — Miss Linda, begitulah para siswa Migrant Institute Dompet Dhuafa Hong Kong (MI DDHK) memanggil perempuan berpostur tubuh tinggi ini. Bernama lengkap Nurlinda, ia BMI Hong Kong asal Ponorogo, Jawa Timur.
”Bukan menjadi cita-cita saya untuk bekerja di luar negeri, apalagi sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI). Semua itu terjadi karena orangtua saya meninggal, sedangkan saya mempunyai dua orang adik yang masih sekolah,” katanya.
Pada 16 Juli 1999 ia meninggalkan kampung halamannya dan mulai bekerja di Hong Kong. Kini sudah delapan tahun ia bekerja dengan dua majikan yang berbeda.
Mulai tahun 2004, Ms. Linda bergabung dengan DDHK yang pada saat itu masih dalam tahap awal dan memerlukan perjuangan yang sangat berat.
Ustadz Ogie, General Manager pertama DDHK, memberikan kepercayaan kepada perempuan murah senyum ini untuk wawancara dengan mahasiswa dari Hong Kong University tentang kegiatan-kegiatan positif DDHK untuk membantu para BMI di Hong Kong. Tentu saja wawancara itu menggunakan bahasa Inggris. Ia mengaku, usai wawancara, ia ditanyai oleh Ust. Ogie tentang hasil wawancaranya.
”Pak Ogie merasa puas, dan akhirnya saya diberi kepercayaan dan tanggung jawab sebagai pengajar MI DDHK kelas bahasa Inggris,” katanya.
“Saya hanya diberi modul dan modul tersebut saya pelajari dengan baik. Selain itu, saya sering membuka kamus bahasa Inggris, belajar dari internet, juga bertanya kepada orang yang lebih tahu. Saya mulai mengajar dari tahun 2005 sampai sekarang,” imbuhnya.
Selama menjadi pengajar, Ms. Linda tidak pernah merasakan lelah ataupun sedih. Malah, ia selalu merasa senang meskipun kadang kala ada salah satu muridnya yang sulit menangkap materi.
Berbagai pengalaman menarik ia rasakan selama menjadi pengajar MI DDHK. Salah satunya ketika ia mempunyai seorang murid eks BMI Singapore yang sangat lancar berbicara bahasa Inggris. Tapi ketika ada ujian tulis, hampir semua jawabannya salah.
Linda mengaku mengajar di MI DDHK ini lillahita’ala. ”Karena amal yang tidak akan putus pahalanya itu ada tiga, amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh. Saya hanya bisa menularkan ilmu kepada mereka. Mudah-mudahan bermanfaat,” terangnya.
Ms. Linda termasuk BMI yang menerima beasiswa dari Universitas Budi Luhur Jakarta. Rencananya, pekan ini ia akan kembali ke tanah air untuk menengok keluarganya sekaligus untuk mensurvei universitas tersebut.
”Saya akan tetap bergabung dengan Dompet Dhuafa, meskipun saya telah menetap di Indonesia,”  tegasnya.
Dari pandangannya, DDHK adalah wadah yang sangat tepat untuk menyalurkan hobi sekaligus untuk ibadah. “Jangan pernah ragu jika ingin bergabung dengan DDHK karena DDHK ini adalah ladang da’wah, ladang ilmu, dan ladang untuk beramal,” tegasnya.
Ia mengaku sangat takjub dengan perubahan BMI Hong Kong yang sangat drastis. Dulu sangat sedikit dijumpai perempuan berjilbab. Tapi sekarang hampir semua BMI telah menutup auratnya.
“Sangat diharapkan agar BMI Hong Kong bisa mengatur keuangannya dengan baik. Untuk bisa memilah-pilahkan antara uang yang akan ditabung, uang bulanan, dan uang darurat,” pungkasnya. (Yulia Cahyaningrum/ddhongkong.org).*
BMI Diinterminit, Agency Makin Melilit

BMI Diinterminit, Agency Makin Melilit

BMI Diinterminit, Agency Makin Melilit
Home » Hong Kong » BMI Diinterminit, Agency Makin Melilit
DDHK News, Hong Kong — Posko TKI mengirimkan sebuah dokumen permohonan bantuan atas nama Mukimin, Senin, 16 Juli 2012, dengan alamat pengirim Solo, Jawa Tengah, meminta bantuan kepada KJRI Hong Kong untuk permasalahan yang menimpa putrinya, Ratini, yang menjadi BMI di Hong Kong.
Ratini bekerja dengan majikannya selama dua bulan. Sudah menjadi nasib Ratini, dia jatuh sakit dan majikannya pun telah membawanya ke dokter.
Namun, dokter tidak dapat mengetahui penyakit apa yang sedang diderita Ratini. Kemudian, majikan mengembalikan Ratini kepada agency. Dilihat dari keadaannya yang tidak memungkinkan untuk bisa bekerja lagi, Ratini menyampaikan maksud hatinya untuk pulang kampung.
Agency mengatakan kepadanya, kalau dia mau pulang ke Indonesia, keluarganya harus mengirimkan uang sebanyak Rp 15 Juta. Berhubung keluarga tidak mampu, keluarga minta bantuan kepada sebuah LSM.
Harapan dari keluarga, agar KJRI Hong Kong bersedia membantu permasalahan yang sedang menimpa Ratini yang sampai saat ini masih sakit dan berada di Agency. (Yulia Cahyaningrum/ddhongkong.org).*

BMI Hong Kong Diperas di Bandara Soekarno - Hatta

Oleh Yulia Cahyaningrum
Sri, BMI Hong Kong yang mengambil cuti di pertengahan bulan Juli dan kebetulan transit di Bandara Soekarno-Hatta, mengalami pemerasan oleh calo yang tidak bertanggung jawab.
Kebahagiaan yang dirasakan oleh Sri ketika pesawat yang ditumpanginya mendarat di Bandara Soekarno – Hatta, jam 23.00 WIB, berubah menjadi sebuah kekesalan ketika dia menjalani pemeriksaan imigrasi dan pengambilan bagasi. Sri beserta BMI/TKW lainnya disuruh naik kedalam bus menuju ke Terminal 4. Sesampainya di sana, dengan segera para petugas (calo) menurunkan koper dan mereka malah meminta uang.
Tentu saja Sri menolaknya dan ketika dia ingin mengambil kopernya sendiri, petugas tersebut marah dan membentak-bentaknya. Akhirnya, dengan terpaksa dia mengabulkan permintaan calo tersebut. Kemudian dia masuk ke kantor BNP2TKI untuk pendataan dan penjelasan mengenai prosedur kepulangan yang diharuskan naik travel, dan jika ada pihak lain yang menjemput, maka harus menebus Rp 600.000.
Seperti yang tertulis di papan, untuk daerah Jabotabek dikenakan biaya Rp 125.000. Namun kenyataannya, para calo meminta Rp 150.000. Ketika Sri menanyakan tentang kelebihan Rp 25.000, pihak travel tidak mau menjelaskan dan marah-marah.
Mau tidak mau, akhirnya Sri harus melebihkan pembayarannya. Pemerasan kembali terjadi ketika berada di dalam travel. Ketika ada TKW yang akan turun, TKW tersebut disuruh pindah ke kursi depan yang diberi penutup. Tentu saja Sri dan penumpang lainnya tidak bisa mendengar dan melihat apa yang sedang terjadi.
Ternyata TKW tersebut dimintai uang tambahan lagi. Begitu juga dengan Sri, dia harus membayar lebih untuk bisa turun dari travel tersebut.
Di manakah janji pemerintah yang akan melindungi dan memberikan pelayanan terbaik terhadap TKI? Bukankah peran TKI sangat besar dalam pemasukan devisa negara? Namun, sampai saat ini janji hanya tinggal janji, pemerintah di atas duduk manis sambil menikmati hasil jerih payah TKI. TKI adalah pahlawan devisa, namun malah tersia-sia. (Yulia Cahyaningrum, BMI Hong Kong/ddhongkong.org).*

Demi Harga Diri, Hidayati Putus Kontrak Kerja


Oleh Yulia Cahyaningrum

BMI Hong Kong asal Blitar, Jawa Timur, Hidayati (bukan nama sebenarnya), memutuskan kontrak kerja dengan majikannya, Kamis, 9 Agustus 2012, di Kennedy Town, karena merasa hak dan harga dirinya dirampas oleh majikannya.

Sebelum bekerja di Kennedy Town, Hidayati pernah bekerja dengan majikan pertama di Tai Po selama tujuh tahun. Majikannya sangat baik, bahkan dia sudah dianggap sebagai keluarga oleh mereka. Lain dulu lain sekarang, bagai madu dan empedu. Madu itu telah dia nikmati di majikan Tai Po, sedangkan kini dia harus merasakan empedu yang sangat pahit.

Sejak hari pertama datang di rumah majikan kedua, dia sudah diperlakukan tidak baik oleh kedua majikannya. Jadwal pekerjaannya menumpuk, dan dia juga harus menjaga dua anak yang super aktif. Walaupun majikannya tahu bahwa pekerjaan Hidayati sangat berat, namun seolah-olah mereka tidak peduli dengan keadaan Hidayati.

Setiap hari, Hidayati merasakan dirinya lemas dan pusing-pusing. Hal ini dikarenakan, dia selalu tidak mendapatkan jatah sarapan, dan untuk makan siangpun hanya tersedia sebungkus mie instan. Majikannya memang tergolong sangat pelit dan perhitungan. Sampai-sampai koran dan kaleng bekas yang ada di kantorpun di bawa pulang untuk dijual. Bukan hanya itu, untuk mengepel lantai pun menggunakan celana dalam bekas milik majikan laki-laki.

Selama dua bulan bekerja, Hidayati berusaha bertahan dan berharap majikannya bisa berubah baik. Bukannya lebih baik, majikan perempuan malah semakin cerewet dan semua pekerjaannya dianggap tidak memenuhi standarnya. Majikan laki-laki semakin berani menyuruhnya untuk memijat seluruh badannya ketika istrinya tidak berada di rumah.

Hal ini terjadi berkali-kali dan tampaknya memang disengaja dan sudah direncanakan. Menurut penuturan dari salah satu temannya, sebelum Hidayati datang, mereka telah mempekerjakan tiga TKW asal Indonesia, semuanya memilih untuk memutuskan kontrak dan salah satu di antaranya hampir diperkosa oleh majikan laki-laki tersebut.

Merasa harga dirinya telah diinjak-injak oleh kedua majikannya, Hidayati mengadukan hal ini kepada agency. Alhasil, majikan tersebut mendapatkan surat peringatan dan Hidayati boleh meninggalkan rumah majikannya pada 9 September 2012. (Yulia Cahyaningrum, BMI Hong Kong/ddhongkong.org).*



Original Post: Demi Harga Diri, Hidayati Putus Kontrak Kerja