24 th yang lalu, seorang istri bilang pada suaminya bahwa dia tidak enak badan. Wajahnya pucat, sering sakit-sakitan dan selalu muntah-muntah. Badannya lemas tergolek diatas kasur. Seperti itulah kesehariannya. Sedangkan suaminya bingung dan kwatir dengan keadaan istrinya yang begitu lemah. Setelah diperiksakan, ternyata dia positif hamil. Usia kandungannya sudah 2 bulan. Kabar yang sangat menggembirakan. Wajahnya berseri-seri.
Dia merasa bangga atas dirinya, mampu menumbuhkan benih-benih cinta yang ditanamkan sang suami didalam rahimnya. Dia merasa telah menjadi wanita yang sempurna. Tapi, selama masa kehamilan, fisiknya begitu lemah. Sebutir nasi pun tak bisa masuk kedalam perutnya. Makan apapun tak enak. Namun, demi calon buah hatinya, dia paksakan dirinya untuk makan, minum susu untuk memberi kekuatan pada calon buah hatinya.
Berbulan-bulan dia menjaga kandungannya, dan saat yang ditunggu-tunggupun telah tiba. Dia merasakan sakit yang teramat sangat pada perutnya. Sebisa mungkin sang suami membawanya ke bidan untuk mendapat pertolongan. Hanya doa yang bisa membantu kelancaran proses kelahiran anak adam itu.
Semua berjalan baik-baik saja. Namun, tiba-tiba dia merasakan bayi tersebut berputar arah, hingga jika bayi normal, dia akan lahir dengan kepalanya terlebih dahulu. Tapi si bayi ini lebih suka kalau kakinya dulu yang keluar.
Sebuah perang syahid terjadi malam itu. Seorang ibu yang mempertaruhkan nyawa untuk bayinya yang ingin melihat dunia, ingin menghirup udara bebas. 8 April 1989, terlahirlah seorang bayi perempuan dengan mata yang indah, bibirnya yang tipis, wajahnya yang bulat dan rambutnya yang tebal. Sang suami mulai mengumandangkan adzan di telinga kananya, dan iqomah di telinga kirinya dengan harapan kelak bayi perempuan ini bisa menjadi wanita yang shalehah.
Sang ayah memberinya nama Yulia Cahyaningrum. dengan tetesan air susu ibu, bayi ini tumbuh menjadi seorang gadis yang periang.Yang paling utama adalah, mereka membekalinya dengan ''ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAH.''
Suatu hari dia mampu mengharumkan nama kedua orangtuanya, tapi dia juga telah mencoret nama keduanya. Membuat keduanya murka, sehingga kemurkaan seorang ibu tidak bisa ditahan lagi. Sebuah tamparan mendarat dipipinya. Bukan karena benci, tapi karena kasih sayang.
Manis asam kehidupan telah dirasakan olehnya. Hingga suatu hari keadaan telah berubah. Karena tekadnya yang kuat, dia ingin membuat orang tuanya tersenyum bangga pada dirinya. Dia telah melakukannya sekarang, meskipun belum sempurna. Apalagi dengan hadirnya peri kecil pemompa semangat. Kekuatannya semakin bertambah. Dia mampu mendahsyatkan dirinya dari berbagai masalah hidup.
Sekarang dia disini, di negeri beton, mencari jati diri dengan merantau jauh dari orang tuanya. Keyakinan disetiap musibah, Allah pasti menambahkan kasih sayangnya, juga dinaikkan derajatnya.
SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHAILLALLAH, ALLOHU AKBAR.
Terimakasih untuk UMI, engkau bagai mentari yang tak pernah mengharapkan balasan. Tidak salah jika derajatmu 3 tingkat dibanding ayah. Tidak salah kalau surga ada dibawah telapak kakimu. Ya Allah, muliakanlah ibuku, di dunia dan di akhirat. Juga untuk abiku, ayah yang selalu melindungiku.
****coretan pena si peri kecil yang belajar menulis****
Dia merasa bangga atas dirinya, mampu menumbuhkan benih-benih cinta yang ditanamkan sang suami didalam rahimnya. Dia merasa telah menjadi wanita yang sempurna. Tapi, selama masa kehamilan, fisiknya begitu lemah. Sebutir nasi pun tak bisa masuk kedalam perutnya. Makan apapun tak enak. Namun, demi calon buah hatinya, dia paksakan dirinya untuk makan, minum susu untuk memberi kekuatan pada calon buah hatinya.
Berbulan-bulan dia menjaga kandungannya, dan saat yang ditunggu-tunggupun telah tiba. Dia merasakan sakit yang teramat sangat pada perutnya. Sebisa mungkin sang suami membawanya ke bidan untuk mendapat pertolongan. Hanya doa yang bisa membantu kelancaran proses kelahiran anak adam itu.
Semua berjalan baik-baik saja. Namun, tiba-tiba dia merasakan bayi tersebut berputar arah, hingga jika bayi normal, dia akan lahir dengan kepalanya terlebih dahulu. Tapi si bayi ini lebih suka kalau kakinya dulu yang keluar.
Sebuah perang syahid terjadi malam itu. Seorang ibu yang mempertaruhkan nyawa untuk bayinya yang ingin melihat dunia, ingin menghirup udara bebas. 8 April 1989, terlahirlah seorang bayi perempuan dengan mata yang indah, bibirnya yang tipis, wajahnya yang bulat dan rambutnya yang tebal. Sang suami mulai mengumandangkan adzan di telinga kananya, dan iqomah di telinga kirinya dengan harapan kelak bayi perempuan ini bisa menjadi wanita yang shalehah.
Sang ayah memberinya nama Yulia Cahyaningrum. dengan tetesan air susu ibu, bayi ini tumbuh menjadi seorang gadis yang periang.Yang paling utama adalah, mereka membekalinya dengan ''ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAH.''
Suatu hari dia mampu mengharumkan nama kedua orangtuanya, tapi dia juga telah mencoret nama keduanya. Membuat keduanya murka, sehingga kemurkaan seorang ibu tidak bisa ditahan lagi. Sebuah tamparan mendarat dipipinya. Bukan karena benci, tapi karena kasih sayang.
Manis asam kehidupan telah dirasakan olehnya. Hingga suatu hari keadaan telah berubah. Karena tekadnya yang kuat, dia ingin membuat orang tuanya tersenyum bangga pada dirinya. Dia telah melakukannya sekarang, meskipun belum sempurna. Apalagi dengan hadirnya peri kecil pemompa semangat. Kekuatannya semakin bertambah. Dia mampu mendahsyatkan dirinya dari berbagai masalah hidup.
Sekarang dia disini, di negeri beton, mencari jati diri dengan merantau jauh dari orang tuanya. Keyakinan disetiap musibah, Allah pasti menambahkan kasih sayangnya, juga dinaikkan derajatnya.
SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHAILLALLAH, ALLOHU AKBAR.
Terimakasih untuk UMI, engkau bagai mentari yang tak pernah mengharapkan balasan. Tidak salah jika derajatmu 3 tingkat dibanding ayah. Tidak salah kalau surga ada dibawah telapak kakimu. Ya Allah, muliakanlah ibuku, di dunia dan di akhirat. Juga untuk abiku, ayah yang selalu melindungiku.
****coretan pena si peri kecil yang belajar menulis****
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori coretanku
dengan judul UMI. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://yuliacahya2012.blogspot.com/2012/08/umi.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown -
Belum ada komentar untuk "UMI"
Post a Comment